image
image
image
image
image
Transformasi Perbankan Digital 2025: Mengapa Customer Experience Lintas Generasi Menjadi Penentu Loyalitas dan Growth Paradox

Transformasi Perbankan Digital 2025: Mengapa Customer Experience Lintas Generasi Menjadi Penentu Loyalitas dan Growth Paradox

Di tengah kondisi perekonomian yang stagnan, trend inflasi dan perubahan daya beli masyarakat yang tidak menentu, perbankan digital mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) me-release statistik yang menyoroti lonjakan signifikan pada nilai transaksi QRIS sebesar 121% y-o-y pada bulan Juni 2025, dengan nilai transaksi mencapai Rp. 110 triliun dengan volume transaksi yang hampir menyentuh 1.2 miliar transaksi. 

Di tahun 2025, Marketing Research Indonesia (MRI) melakukan studi yang tujuan utamanya termasuk mengukur customer experience, emotion, dan satisfaction nasabah dengan layanan perbankan, yang hasilnya telah digunakan oleh perbankan di Indonesia untuk senantiasa melakukan perbaikan dan layanan. 

Studi tersebut dilakukan dengan metode kuantitatif melalui face-to-face interview yang melibatkan 1,445 respondents di Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya, Makassar, Palembang, Kalimantan Timur (Balikpapan & Samarinda) dan online Focus Group Discussion (FGD) dengan responden yang mewakili nasabah KBMI-4, KBMI-3, BPD, dan Bank Syariah. 

  • Dimensi Customer-Experience yang merepresentasikan real-time dan in-app-experience. 
  • Dimensi Customer Emotion yang didefinisikan sebagai tingkat perasaan atau emosi yang dirasakan oleh nasabah saat menggunakan layanan perbankan.
  • Dimensi Customer Satisfaction yang merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. 

Customer Satisfaction Index merupakan hasil akhir kinerja Customer Emotion Index dan Customer Experience Index. Nasabah pengguna produk perbankan digital, khususnya mobile banking, menilai Bank yang berada di KBMI-4, yang diwakili oleh Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA meraih skor tertinggi (Customer Experience: 84.51, Customer Emotion: 78.69, dan Customer Satisfaction: 84.03) dibanding tiga kategori bank lain karena kemampuannya menyelaraskan antara menciptakan ekspresi emosi yang positif, pengalaman yang berkesan yang mengarahkan ke tingkat kepuasan yang tinggi.

Feedback Nasabah Pengguna Layanan Digital Perbankan 

Berdasarkan Parameter dan Kategori Bank

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

Berbeda dengan BPD yang memiliki Customer Experience Index yang cukup baik, serta Bank Syariah yang dinilai cukup baik dari sisi menciptakan emosi yang positif, skor untuk bank di KBMI-3 dan Digital Bank yang diwakili oleh Bank Jago, Bank Neo-Commerce, dan Jenius) memberi sinyal kinerja user-experience yang masih membutuhkan perbaikan baik dari sisi customer experience, persepsi aman dan kecepatan, serta strategi untuk meningkatkan kepuasan nasabah pengguna.

Sumber Informasi Nasabah terkait Layanan Perbankan Digital

Berdasarkan studi MRI tahun 2024, selain dari iklan dari elektronik maupun media digital, 80% nasabah menjadikan rekan/kerabat baik secara offline maupun online dan sosial media (Instagram, TikTok, YouTube, dan Facebook) sebagai sumber informasi untuk mengeksplorasi informasi layanan perbankan digital. Angka tersebut memberikan sinyal kuat terdapat untraceable conversations dan terciptanya echo-chamber dari berbagai jenis feedback dari berbagai pengalaman dan sentimen nasabah pengguna dan calon pengguna yang mungkin sedang berpikir untuk memutuskan apakah layanan perbankan digital sebuah Bank, layak untuk digunakan atau tidak. Hal tersebut sejalan dengan riset yang dilakukan oleh John Richard Hauser, Professor of Marketing, MIT Sloan School of Management yang berjudul “Artificial Intelligence and User-generated Data are Transforming how Firms come to Understand Customer Needs”. Di dalam risetnya, Hauser menekankan bahwa telah terjadi perubahan cara pelanggan membagikan pengalaman terhadap sebuah produk dan pelayanan melalui social media yang disebut sebagai user-generated content (UGC) sebagai channel voice of customers (VOC) untuk memahami kebutuhan pelanggan. Sebagai the uncoded-truth tentang produk dan layanan dari sebuah brand, Hauser menyampaikan bahwa social media sebagai customer-feedback data yang sangat bernilai karena sifatnya yang natural, real-time, dan memmungkinkan untuk pelanggan mengupload evidance dari pengalaman mereka dan itu sangat personalized. Hauser juga mengatakan bahwa dengan menggunakan kapabilitas Artificial Intelligence & Machine Learning (AI/ML), UGC social media memungkinkan sebuah brand untuk mengidentifikasi VOC dan secara segera mengambil keputusan bisni, termasuk:

  1. Latent unmet customer needs untuk mengidentifikasi peluang untuk sebuah brand melakukan perbaikan desain produk dan pelayanan.
  2. “Must-have” atau “nice-to-have” features yang penting bagi sebuah brand untuk mendesain fitur dan layanan baru yang lebih diperlukan.
  3. Mengetahui cultural context, hal-hal yang diyakini baik yang dinyatakan pelanggan secara eksplisit maupun implisit melalui benchmarking dengan produk atau layanan dari brand pesaing. 
  4. Mengukur pain points pelanggan yang personalized di setiap journey-nya masing-masing.

Tantangan Perbankan Digital di Indonesia Terkait Customer Experience

Studi MRI terkait perkembangan bank digital yang dilakukan dengan analisis big data yang bersumber dari media dan social media, mengevaluasinya dengan spektrum yang lebih luas, dan meng-highlight bahwa persaingan perbankan digital di Indonesia tidak hanya dari sisi akuisisi pengguna, namun termasuk mengubah perilaku untuk lebih aktif mengakses dan bahkan bertransaksi. Hal tersebut dapat dilihat dari konversi dari pengguna yang mengunduh aplikasi menjadi pengguna aktif. Bank konvensional masih berperan sebagai transformer kemajuan perbankan digital di Indonesia.

Konversi Pengguna yang Download, Adopsi dan Aktif

Berinteraksi di 53 Platform Perbankan Digital di Indonesia

berdasarkan Kategori Bank, jutaan pengguna

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

Dari hasil diskusi dengan para bankir yang merumuskan metric dan parameter customer success, observasi, dan desk research, ada 3 tantangan baik bisnis dan teknis yang dihadapi oleh perbankan digital untuk mengkonversi VOC dari social media menjadi aset yang berharga.

I. Perbankan Digital di Indonesia Tidak Memiliki Pengukuran Customer Experience dari Sumber Digital yang Universal untuk menjadi Standar Nasional

Para stakeholders perbankan digital menghadapi 7 tantangan bisnis yang berkorelasi dengan pengukuran Customer Experience yang tepat; mulai dari alasan tingginya jumlah downloader yang tidak dibarengi dengan DAU rate hingga alasan dibalik integrasi dengan ekosistem yang belum diimbangi dengan jumlah dan nilai transaksi yang diharapkan. 

Pertanyaan Strategis untuk Evaluasi Kinerja

Customer Experience Perbankan Digital

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

II. Social Media dan Media sebagai Sumber Informasi Utama untuk Adopsi Layanan Perbankan Digital

Peran social media sebagai medium untuk para nasabah pengguna berbagi pengalaman layanan perbankan digital bisa dibagi menjadi 3 klasifikasi:

1) Social Media sebagai the public “Customer Experience Layer”

Jumlah pengguna social media di Indonesia mencapai lebih 143 juta pengguna, dan 50% diantaranya merupakan Nasabah pengguna perbankan digital yang saling belajar dan berbagi satu sama lain.

Beberapa aktivitas utama yang relevan:

  • Screenshots transaksi sukses, promo, dan cashback point lainnya akan menciptakan persepsi seberapa layak sebuah layanan tersebut diadopsi.
  • KYC yang smooth meningkatkan kepercayaan akan kemudahan menggunakan.
  • Shared experience dari influencers menjadikan tingkat awareness fitur baru, lebih cepat dari iklan-nya sendiri. 

2) Shared Experience = Truly Proxy

Di benak nasabah, layanan perbankan digital bersifat virtual (tanpa kantor cabang visit dan interaksi staff secara fisik). Nasabah pengguna bergantung pada pengalaman teman / pengguna lain.

  • Screenshots transaksi sukses, promo, dan cashback point lainnya akan menciptakan persepsi seberapa layak sebuah layanan tersebut diadopsi.
  • KYC yang smooth meningkatkan kepercayaan akan kemudahan menggunakan.
  • Shared experience dari influencers menjadikan tingkat awareness fitur baru, lebih cepat dari iklan-nya sendiri. 

3) Social Media = CX Discovery = CX Diagnosis

Dari Riset MRI tahun 2024, dari 1,777 respondents, 80%-nya mendapatkan informasi terkait layanan perbankan digital dari social media. Selain menyerap hal-hal teknis, Mereka juga tahu bagaimana pengalaman tersebut harus dirasakan.

Bicara mengenai speed, reliability, responsiveness, dan safety: 

  • Speed : Berapa lama proses verifikasi ya?
  • Reliability : Bukti share screenshot transfer
  • Problem Response :Cara bank merespon komplain nasabah
  • Safety Expectations: Apakah bank ini layak dipercaya.

III. Kompleksitas Masalah Social Media Listening & Monitoring

Social media merupakan kanal penting untuk mengukur efektivitas Customer Experience perbankan digital, namun third-party penyedia layanan analytics tidak

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

sepenuhnya relevan dengan industri perbankan. Hasil wawancara dengan Wawancara dengan staff pengguna social media monitoring di 10 perusahaan di industri perbankan, multifinance, dan asuransi, serta desk research dari berbagai sumber, terdapat beberapa pain points dan extra-job yang dilakukan yang dibagi menjadi empat clusters.

Indonesia Digital Banking Customer Experience (IDCX)

Di era digital ini, keunggulan bank ditentukan oleh pemahaman mendalam terhadap nasabah, bukan hanya adaptasi teknologi. Pengalaman pelanggan adalah fondasi kepercayaan dan loyalitas.

Saat ini, perbankan di Indonesia berada di persimpangan, antara mengejar inklusi digital dan memenuhi ekspektasi pengguna. Setiap interaksi digital mencerminkan nilai bank. Di sini, IDCX hadir untuk memetakan sinyal digital ini menjadi arah transformasi perbankan.

Tujuan akhirnya sederhana namun mendalam, dengan pengalaman riset dan konsultasi selama 30 tahun di industri keuangan, MRI mengembangkan IDCX untuk membantu setiap bank tidak hanya menjadi lebih digital, tetapi juga lebih humanis. Karena masa depan perbankan bukan hanya tentang siapa yang paling canggih, melainkan siapa yang paling memahami nasabahnya.

IDCX merupakan sistem navigasi strategis yang membantu perbankan memahami posisi mereka dalam ekosistem perbankan digital nasional. Melalui pengalaman, kepercayaan, dan inovasi, IDCX menjadi kompas bagi perbankan di Indonesia untuk melihat posisi, arah perubahan, dan interaksi nasabah.

I. Memahami Three-Building Blocks

Dimensi dan Parameter IDCX-Three Building Block merupakan hasil multiplex-analysis lebih dari 60 publikasi, journal, buku, dan hasil riset yang dipublikasikan baik di tingkat internasional maupun lokal.

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

II. Parameter dan Stakeholders IDCX di Perbankan Digital di Indonesia

Hasil riset melalui IDX, tidak hanya ditujukan oleh Divisi CX semata, namun merupakan bagian dari front-end and back-end team yang relevan dengan keberlangsungan Customer Experience perbankan digital yang dikelolanya. 

Mobile-First Experience & Performance Index sangat relevan dengan Tim Mobile Engineering, UI/UX, dan Tim QA. Berbeda dengan Brand Trust & Security Composite Index yang sangat relevan dengan Tim Corporate Communications, IT Security, dan bahkan top Management.

Melalui cross-metric KPI di atas, sebuah perbankan digital bank dapat mengukur kinerja layanan lebih akurat, menciptakan reward dan improvement area untuk tim terkait, serta mengetahui posisi brand diantara para pesaingnya.

Peran NLP-Model dan Mutiplex LLM merupakan kombinasi yang solid untuk memastikan setiap feedback pengguna terdefinisi dan terklasifikasi secara akurat. Secara teknis, NLP dan multiplex-LLM harus berada dalam 1 sequence pipeline dan bisa saling memvalidasi satu sama lain. 

Sharing pengalaman gagal login sangat relevan dengan dimensi Trust & Integrity, khususnya Security Concern dengan keywords yang bisa menjadi acuan perbankan digital mengevaluasinya di periode berikutnya. Berbeda dengan sharing pengalaman pengguna yang merasa kurang tertarik dengan fitur intip saldo yang tidak dilengkapi dengan insights mengenai historis transaksi, 

Sumber: Dokumen Pribadi MRI

Kesimpulan dan Rekomendasi

Bank-bank yang menjadi penyelenggara perbankan digital di Indonesia masih perlu berbenah diri agar semakin mampu menghadapi kenyataan sebagai berikut:

I. Growth Paradox: Volume transaksi tinggi namun konversi masih rendah.

Pertumbuhan volume dan nilai transaksi memberi sinyal bahwa nasabah yang semakin digital, namun hal tersebut tidak serta-merta meningkatkan jumlah pengguna yang aktif bertransaksi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tantangan utamanya adalah meningkatkan aktivasi dan retensi nasabah pengguna. 

II. Customer Experience Gap yang masih ada

Bank yang berada di kategori KBMI-3 dan Bank Digital masih perlu berbenah untuk meningkatkan persepsi aman, kecepatan, dan mengembangkan strategi kepuasan dan loyalitas nasabah pengguna. 

III. Social media sebagai “new banking reputation warfare”

Sebagian besar nasabah mendapatkan informasi layanan perbankan digital dari rekan/kerabat dan social media. Ini menciptakan "untraceable conversations" dan echo-chamber yang membentuk persepsi calon nasabah. Setiap screenshot komplain, tutorial influencer, atau warning di Instagram/TikTok berdampak langsung pada keputusan adopsi.

IV. Belum memiliki alat ukur yang full-spectrum dan benchmarking kinerja layanan perbankan digital.

Perbankan digital di Indonesia dihadapkan pada sejumlah pertanyaan strategis mengenai peningkatan digital customer experience , namun belum sepenuhnya terjawab karena belum adanya standarisasi pengukuran digital customer experience yang relevan. 

V. Keterbatasan tools listening yang masih konvensional. 

Social media listening platform yang ada memiliki beberapa keterbatasan: 1. Sentiment-to-engagement bias. 2. Karena belum memiliki dasar pengukuran yang universal, maka seringkali sentiment analysis masih diposisikan sebagai terminal condition saat mengukur brand health dari merek atau layanan perbankan digital. 3. Parameter dan metric yang ditetapkan tidak secara khusus dikembangkan untuk industri perbankan, khususnya perbankan digital. Hal tersebut memaksa para tim dari bank untuk menambah effort dalam melakukan analisis dengan hasil yang lebih relevan. 

Ada beberapa solusi pengukuran yang bisa dipertimbangkan oleh perbankan digital:

  1. Untuk meningkatkan retensi melalui empathy dan personalisasi, perbankan digital perlu menggunakan pendekatan yang tepat untuk mengukur usability, engagement, dan lifestyle integration dari setiap inovasi maupun penambahan fitur atau layanan. 
  2. Mengadopsi solusi yang mampu mendeteksi perubahan pola perilaku nasabah pengguna yang “banking-specific”, dimana kapabilitas AI yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan insights yang akurat. Selain itu, diperlukan NLP model yang memiliki kapabilitas mendeteksi konteks perbankan digital. 
  3. Riset Professor John Richard Hauser dari MIT menegaskan bahwa user-generated content baik postingan maupun komentar di social media sebagai "the uncoded-truth" tentang produk dan layanan. Dengan karakteristiknya yang natural, real-time, dan personalized (lengkap dengan evidence berupa screenshot), UGC memberikan insights yang lebih scalable dimana perbankan digital perlu semakin intens mengukur perubahan perilaku, mengukur feedback nasabah pengguna dan target-nya melalui berbagai social media platform dan online media.

Welcome to comment box! We're excited to have you engage in thoughtful discussions and contribute positively.

No comments yet, would you like to be the first one?

To leave a comment
please Login or Registering to continue

Drive your business forward
with strategic decision-making

Connect with our consultants to discuss about your project

or email mri@mri-research-ind.com